BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang
membawa karakter biologis dan psikologis alamiah sekaligus warisan dari latar
belakang historis kelompok etniknya, pengalaman kultural dan warisan kolektif.
Ketika seorang pendidik mengklaim bahwa prioritas utamanya adalah memperlakukan
semua siswa sebagai umat manusia, tanpa memandang identitas etnik, latar
belakang budaya, atau status ekonomi, ia telah menciptakan suatu paradoks.
Kemanusiaan seseorang tidak dapat diasingkan dan dipisahkan dari kebudayaan dan
etnisitasnya. Dalam banyak cara etnisitas dapat dipandang sebagai fenomena
persepsi diri (self-perception): suatu komunitas etnik adalah
komunitas yang mempercayai dirinya sebagai memiliki asal-usul etnik yang sama.
Berbagai kebiasaan-kebiasaan kultural yang sama, mempunyai nenek moyang yang
sama, sejarah dan mitologi bersama.
Budaya merupakan salah satu unsur
dasar dalam kehidupan sosial. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk
pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk
kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau
aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat,
pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut. Pengaruh
budaya dan etnisitas sejak awal telah nyata dan terus menjangkau keseluruhan
proses perkembangan dan pertumbuhan manusia.
Kebudayaan membentuk perilaku, sikap
dan nilai manusia. Perilaku manusia adalah hasil dari proses sosialisasi, dan
sosialisasi selalu terjadi dalam konteks lingkungan etnik dan kultural
tertentu. Etnisitas dapat didefinisikan sebagai kesadaran kolektif kelompok
yang menanamkan rasa memiliki yang berasal dari keanggotaan dalam komunitas
yang terikat oleh keturunan dan kebudayaan yang sama. Contohnya Welly P (67), warga Dusun Buntu Billa, sudah
10 tahun terakhir tidak lagi merokok. Kebiasaan itu ia tinggalkan seiring
diberlakukannya larangan merokok di Desa Bone-Bone tahun 2000.
(Kompas.com:2010). Dari sini terlihat bahwa budaya sangat mempengaruhi perilaku
individu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan yang
dikemukakan adalah sebagai barikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan budaya dan kebudayaan?
2. Bagaimana
sifat dari kebudayaan?
3. Apa
saja yang termasuk unsur dalam kebudayaan?
4. Apa
yang dimaksud dengan perilaku?
5. Bagaimana
pengaruh budaya terhadap perilaku?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tuuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui dan memahami pengertian budaya dan kebudayaan.
2. Untuk
mengetahui sifat dari kebudayaan.
3. Untuk
mengetahui unsur-unsur dalam kebudayaan.
4. Untuk
mengetahui dan memahami pengertian perilaku.
5. Untuk
mengetahui dan memahami pengaruh budaya terhadap perilaku.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat yang bisa didapatkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
:
1.
Memberikan tambahan materi terkait tentang pengaruh
budaya terhadap perilaku.
2.
Menambah wawasan melalui penulisan sehingga pengatahuan
terkait pengaruh budaya dalam mempengaruhi perilaku.
3.
Meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara budaya
dan perilaku sehingga bisa menganalisis fakta yang ada di lingkungan
masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Budaya
dan Kebudayaan
Budaya atau
kebudayaan
berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari
buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam
bahasa
Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata
Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama
dan politik,
adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian,
bangunan,
dan karya seni.
Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola
hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek
budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Berikut pengertian budaya atau
kebudayaan dari beberapa ahli:
1. E.B.
Tylor, kebudayaan adalah suatu keseluruhan komplek yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
2. R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebai konfigurasi
tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana
unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3. Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4. Selo Soemardjan dan
Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaan adalah
semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dalam defenisi yang
dikemukan oleh Selo sumarjan dan Soelaeman Soemardi ini,
dapatlah disimpulkan bahwa kebudayaan itu merupakan hasil dari usaha manusia
untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani agar hasilnya dapat digunakan
untuk keperluan masyarakat, misalnya :
a) karya (kebudayaan material) yaitu kemampuan
manusia untuk menghasilkan
benda atau lainnya yang berwujud benda
b) Rasa, didalamnya termasuk agama, ideology,
kebatinan, kesenian, dan semua unsure ekspresi jiwa manusia yang mewujudkan
nilai-nilai social dan norma-norma social.
c) Cipta merupakan kemampuan mental dan berpikir
yang menghasilkan ilmu pengetahuan.
5. Herkovits, kebudayaan
adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh
manusia.
Dari berbagai definisi
tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang
akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Dengan demikian
kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik
material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan
seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme,
yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari
tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.
2.2 Sifat
Kebudayaan
Kendati
kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak sama, seperti di
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang berbeda, tetapi
setiap kebudayaan mempunyai ciri atau sifat yang sama. Sifat tersebut bukan
diartikan secara spesifik, melainkan bersifat universal. Di mana sifat-sifat
budaya itu akan memiliki ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan manusia
tanpa membedakan faktor ras, lingkungan alam, atau pendidikan. Yaitu sifat
hakiki yang berlaku umum bagi semua budaya dimanapun juga. Sifat hakiki dari
kebudayaan tersebut antara lain :
1) Budaya terwujud dan
tersalurkan dari perilaku manusia.
2) Budaya telah ada
terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati
dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3) Budaya diperlukan
oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4) Budaya mencakup aturan-aturan
yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakantindakan yang diterima dan ditolak,
tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakantindakan yang diijinkan.
Sifat hakiki
tersebut menjadi ciri setiap budaya. Akan tetapi, apabila seseorang atau sekelompok
orang akan memahami sifat hakiki yang esensial, terlebih dahulu ia harus
memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada didalamnya.
Berdasarkan penggolongan wujud budaya, sifat
kebudayaan dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Budaya yang bersifat Abstrak
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di
dalam pikiran manusia, sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Karena terwujud
sebagai ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturanperaturan dan
cita-cita. Dengan demikian, budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal
dari budaya. Ideal disini berarti sesuatu yang seharusnya atau sesuatu yang
diinginkan manusia sebagai anggota masyarakat yang telah menjadi aturan main
bersama.
2.
Budaya yang bersifat Konkret
Wujud
budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau perbuatan dan aktivitas
manusia di dalam masyarakat yang terlihat secara kasat mata. Sebagaimana
disebutkan Koentjaraningrat wujud budaya konkret ini dengan system social dan
fisik, yang terdiri dari : perilaku, bahasa dan materi.
Selain itu sifat kebudayaan terbagi
menjadi enam macam yaitu (wartawarga:2010)
1. Etnosentis
Etnosentrisme cenderung memandang rendah
orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya
asing dengan budayanya sendiri. “ ( The Random House Dictionary ).
2. Universal
Kebudayaan universal adalah kebudayaan
yang mencari jawab atas problematika masyarakat, bukan apologi terhadap
kesenian an-sich, tidak pula apriori terhadap politisasi massa. Tetapi, lebih
pada rasionalitas melihat dan menjangkau ke depan demi perkembangan masyarakat
majemuk Indonesia. Memang, kita tidak menafikan karya-karya besar kesusasteraan
yang memengaruhi masyarakat Eropa yang notabene reading mainded. Tetapi untuk
Indonesia, kebudayaan universal dituntut untuk mengempaskan diri ke keranjang
sampah masyarakatnya yang papa.
3. Alkuturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial
yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
4. Adaptif
Kebudayaan
adalah suatu mekansime yang dapat menyesuaikan diri. Kebudayaan adalah sebuah keberhasila
mekanisme bagi spesis manusia. Kebudayaan memberikan kita sebuah keuntungan
selektif yang besar dalam kompetisi bertahan hidup terhadap bentuk kehidupan
yang lain.
5. Dinamis
(flexibel)
Kebudayaan itu tidak bersifat statis, ia
selalu berubah atau bersifat dinamis. Tanpa adanya “gangguan” dari kebudayaan
lain atau asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu. Bila tidak dari
luar, akan ada individu-individu dalam kebudayaan itu sendiri yang akan
memperkenalkan variasi -variasi baru dalam tingkah-laku yang akhirnya akan
menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi bagian dari
kebudayaannya. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam lingkungan
kebudayaan tersebut mengalami perubahan dan pada akhirnya akan membuat
kebudayaan tersebut secara lambat laun menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi tersebut. Jelas bahwa kebudayaan manusia bukanlah suatu hal yang timbul
atau yang bersifat sederhana. Tiap masyarakat mempunyai suatu kebudayaan yang
berbeda dari kebudayaan masyarakat lain dan kebudayaan itu merupakan suatu
kumpulan yang berintegrasi dari cara-cara berlaku yang dimiliki bersama dan
kebudayaan yang bersangkutan secara unik mencapai penyesuaian kepada
lingkkungan tertentu.
6. Integratif
(Integrasi)
Integrasi adalah suatu keadaan di mana
kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap
kebudayaan msyoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan
mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu : Pengendalian
terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan,
disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau
kemasyarakatan.
2.3
Unsur-unsur
Kebudayaan
Marville J.
Herskovits mengajukan 4 unsur pokok kebudayaan, yaitu:
1.
alat-alat teknologi,
2.
sistem ekonomi,
3.
keluarga, dan
4.
kekuasaan polotik.
Bronislaw Malinowski,
menyebutkan unsur-unsur kebudayaan, sebagai berikut :
1. system
norma-norma yang memungkinkan kerjasama antar anggota;
2. masyarakat
agar menguasai alam sekelilingnya;
3. Organisasi
ekonomi;
4. Alat-alat
dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan, perlu diingat bahwa
keluarga adalah lembiga pendidikan yang utama;
5. organisasi
kekuatan.
C.
Kluckhohn, berpendapat bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan
yang bersifat universal (cultural universal), artinya ketujuh unsur ini
dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa di dunia, yaitu :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
(pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi,
transportasi, dan sebagainya).
2. Mata pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi
(pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan
sebagainya).
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan
organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tertulis).
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni
gerak, dan sebagainya).
6. Sistem pengetahuan dan pendidikan.
7. Religi (sistem kepercayaan).
2.4
Perilaku
Perilaku manusia adalah sekumpulan
perilaku yang dimiliki oleh manusia
dan dipengaruhi oleh adat,
sikap,
emosi,
nilai,
etika,
kekuasaan,
persuasi,
dan genetika.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat
diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi,
perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan
oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial
manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial,
yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku
sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain.
Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial
dan diatur oleh berbagai kontrol sosial.
Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya
dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang
memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku
seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik
dan komprehensif.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku (Wikipedia:2013) :
2. Sikap
adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu.
4. Kontrol perilaku
pribadi adalah
kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku. Dll
Sedangkan menurut Lowrence Green, perilaku ditentukan
atau terbentuk dari tiga faktor:
1. Faktor
predisposisi ( predis posing factors )yang terwujud dalam pengetahuan, sikap
kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya.
2. Faktor
pendukung ( enabling factors ) yang terwujud dalam linkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedia sarana.
3. Faktor
pendorong ( reinforcement factors ) yang terwujud dalam sikap dan perilaku,
kebijakan dan lain – lain.
Benjamin Bloom, seorang psikolog pendidikan, membedakan adanya tiga bidang perilaku, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemudian dalam perkembangannya,
domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga tingkat:
Pengetahuan
adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera
yang dimilikinya.
Sikap merupakan respons tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
Tindakan
ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang
merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki.
Selain itu, Skinner
juga memaparkan definisi perilaku sebagai berikut perilaku merupakan hasil
hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Ia membedakan
adanya dua bentuk tanggapan, yakni:
·
Respondent
response atau reflexive response, ialah tanggapan yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan yang semacam ini
disebut eliciting stimuli karena
menimbulkan tanggapan yang relatif tetap.
·
Operant
response atau instrumental
response, adalah tanggapan yang timbul dan berkembangnya sebagai akibat
oleh rangsangan tertentu, yang disebut reinforcing
stimuli atau reinforcer. Rangsangan tersebut dapat memperkuat
respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, rangsangan yang
demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah
dilakukan.
2.5 Pengaruh Budaya terhadap Perilaku
Hubungan yang erat antara manusia (terutama masyarakat) dan kebudayaan
telah lebih jauh diungkapkan oleh Melville J. Herkovits dan Bronislaw
Malinowski, yang mengemukakan bahwa cultural determinism berarti segala sesuatu
yang terdapat didalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu. (Soemardjan, Selo: 1964: 115). Kemudian Herkovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang superorganic. Karena kebudayaan
berturun temurun dari generasi ke generasi tetap hidup. Walaupun manusia yang
menjadi anggota masyarakat sudah berganti karena kelahiran dan kematian.
Lingkungan budaya tempat tinggal masing-masing
individu juga bisa mempengaruhi pola fikir setiap individu. Dalam hal ini
budaya itu sendiri yang memiliki peranan vital apakah budaya itu baik atau
tidak. Kebudayaan membentuk perilaku, sikap dan nilai manusia. Perilaku manusia
adalah hasil dari proses sosialisasi, dan sosialisasi selalu terjadi dalam
konteks lingkungan etnik dan kultural tertentu. Etnisitas dapat didefinisikan
sebagai kesadaran kolektif kelompok yang menanamkan rasa memiliki yang berasal
dari keanggotaan dalam komunitas yang terikat oleh keturunan dan kebudayaan
yang sama.
Melalui analisis budaya subjektif, Triandis (1994)
mempelajari bagaimana orang melihat, mengkategorisasikan, meyakini, dan
memiliki nilai-nilai dalam lingkungan masing-masing, kemudian ia menguji
bagaimana budaya subjektif mempengaruhi perilaku. Budaya subjektif telah
terorganisir dalam pola-pola yang memiliki 4 ciri, sebagai berikut.
1.
Kompleksitas, beberapa budaya lebih kompleks daripada
yang lainnya.
2.
Individualisme, beberapa budaya membentuk,
mengorganisasikan dan menstruktur pengalaman sosial di sekitarnya dengan
memusat pada autonomi individu.
3.
Kolektivisme, beberapa budaya budaya membentuk,
mengorganisasikan dan menstruktur pengalaman sosial di sekitarnya dengan
memusat pada lebih dari satu orang misalnya keluarga, kelompok agama, suku dan
negara.
4.
Keketatan, beberapa budaya mengimpose peraturan, norma
dan nilai secara lebih ketat dan membatasi, sedangkan beberapa budaya kurang
ketat dan kurang membatasi.
Di samping budaya, beberapa faktor penting yang membentuk
tingkah laku adalah biologis dan ekologis. Kesadaran budaya seseorang muncul
pada saat ia berhubungan dengan orang-orang yang berasal dari budaya yang
berbeda. Psikologi mungkin mengalami distorsi isi ketika ia diterapkan pada
budaya yang berbeda karena metodologi dan pelatihan yang dikembangkan dalam
kultur Barat (Eropa dan Amerika Utara) memiliki keterbatasan budaya.
Triandis
(1994) membedakan budaya subjektif jenis individualistik dan kolektivistik.
Pada individualistik, individu berpikir sebagai diri yang outonom, mandiri dari
kelompok, dan yakin bahwa ia bisa berbuat apa yang diinginkan tanpa harus
meminta persetujuan kelompoknya. Sikap (ucapan) dan perilaku orang dari budaya
individualistik lebih konsisten karena lebih dipengaruhi oleh “dari dalam”
daripada dari luar.
Sedangkan kolektivis, cenderung melihat diri sebagai bagian
dari kelompoknya seperti keluarga, suku, perusahaan, dan negara. Mereka merasa
saling tergantung dengan sesama anggora dalam kelompok dan menjadikan tujuan
pribadi sebagai subordinasi tujuan kelompok. Mereka cenderung berbuat berdasar
pada pertimbangan “yang sepantasnya” daripada berdasar pada “apa yang saya inginkan”.
Akibatnya seringkali terjadi inkonsistensi antara sikap (ucapan) dan tindakan
karena pengaruh tempat dan situasi. Perbedaan ini penting ketika ilmuwan harus
memprediksi perilaku atas dasar sikap, apakah subjek berasal dari budaya
kolektivis ataukah individualis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Perilaku manusia adalah hasil dari proses sosialisasi, dan sosialisasi selalu
terjadi dalam konteks lingkungan etnik dan kultural tertentu. Etnisitas dapat
didefinisikan sebagai kesadaran kolektif kelompok yang menanamkan rasa memiliki
yang berasal dari keanggotaan dalam komunitas yang terikat oleh keturunan dan
kebudayaan yang sama. Proses interaksi antara manusia di dalam suatu kebudayaan
akan membentuk pola perilaku sesuai dengan
kebudayaan apa yang terdapat dalam masyarakat.
3.2 Saran
Berdasarkan subtansi dari penulisan bahwa kebudayaan dapat
membentuk pola perilaku manusia, olehnya itu harus bersikap bijak dan selektif
dalam menfiltrasi kebudayaan-kebudayaan yang ada di sekitar. Patutnya, memilih
kebudayaan yang baik akan membentuk perilaku yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
AlbarracĂn,
Dolores, Blair T. Johnson, & Mark P. Zanna. The Handbook of Attitude.
Routledge, 2005. Hlm. 74-78
Atmoko, Adi.
2009. Budaya dan Perilaku.
http://adiatmoko.wordpress.com/2009/05/04/budaya-dan-perilaku/
David C, McClelland. Human Motivation. CUP Archive, 1987.
Hlm. 34
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja
Rosdakarya.hal.25
Gochman, David S. Handbook of Health Behavior
Research: Relevance for Professionals and Issues for the Future. Springer,
1997. Page. 89-90
Kessing,
Roger, M., 1992, Antropologi Budaya suatu persepektif Kontemporer, jilid 2,
terj: Samuel Gunawan, Jakarta: Erlangga
Koentrajaningrat
(Ed), 1975, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Jambatan.
Wikipedia.
2013. Budaya. http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya