BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perkembangan teknologi
saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah menjadi kebutuhan pokok pada
berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan teknologi merupakan
penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas untuk berbagai
jenis pekerjaan. Disamping itu disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila
kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai
risiko yang mempengaruhi kehidupan para pekerja. berbagai risiko tersebut
adalah kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat menyebabkan kecacatan
atau kematian.
Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality
of working life). Pengalaman empiris menunjukkan
bahwa pencapaian kinerja manajemen K3 sangat tergantung kepada sejauh mana
faktor ergonomi telah terperhatikan di perusahaan tersebut. Kenyataannya,
kecelakaan kerja masih terjadi di berbagai perusahaan yang secara administratif
telah lulus audit sistem manajemen K3.
Tahun
2007, menurut Jamsostek tercatat 65.474 kecelakaan yang mengakibatkan 1.451
orang meninggal, 5.326 orang cacat tetap dan 58.697 orang cedera. Data
kecelakaan tersebut mencakup seluruh perusahaan yang menjadi anggota Jamsostek
dengan jumlah peserta sekitar 7 juta orang atau sekitar 10% dari seluruh
pekerja Indonesia. Dengan demikian, angka kecelakaan mencapai 930 kejadian
untuk setiap 100.000 pekerja setiap tahun. Oleh karena itu, jumlah kecelakaan
keseluruhannya diperkirakan jauh lebih besar. Bahkan menurut World Economic
Forum tahun 2006, angka kematian akibat kecelakaan kerja di Indonesia mencapai
17-18 untuk setiap 100.000 pekerja (Soehatman, 2010).
Anas
Zaini Z Iksan selaku Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(A2K4) mengatakan setiap tahun terjadi 96.000 kasus kecelakaan kerja. Dari
jumlah ini, sebagian besar kecelakaan kerja terjadi pada proyek jasa konstruksi
dan sisanya terjadi di sektor industri manufaktur (Bataviase, 2010). Hasil
penelitian yang diadakan ILO (Organisasi Perburuhan Internasional) mengenai
standar kecelakaan kerja menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-152
dari 153 negara yang ditelitinya. Ini berarti, begitu buruknya masalah
kecelakaan kerja di Indonesia (Portal Nasional Republik Indonesia, 2010).
Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa per Juli 2009, Indonesia duduki
peringkat ke 141 dari 156 negara dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3).
Terdapat
pula sumber lain yang mengatakan bahwa pada 2007 saja, angka kecelakaan kerja
mencapai 95 ribu kasus dan angka tersebut menempatkan Indonesia di ranking 52
dunia (dimungkinkan beda organisasi dan jumlah sampel). Jumlah masyarakat
Indonesia yang mendapatkan jaminan kesehatan baru sekitar 48 persen. Jumlah ini
masih lebih rendah dibanding dengan negara Vietnam yang sudah mencapai 55
persen dan negara Filipina sebesar 76 persen. Menunjukkan kesadaran Indonesia
secara umum terhadap kesehatan termasuk kesehatan kerja masih kurang.
Berdasarkan data dari departemen tenaga kerja dari 97 juta jiwa pekerja hanya
terdapat 1300 petugas pengawas. Jumlah yang tidak seimbang tersebut
mengakibatkan pengawsan terhadap hak -hak pekerja (termasuk jaminan keselamatan
dan kesehatan kerja) menjadi tidak maksimal (dari sumber yang dipublikasikan
pada tahun 2008).
Sangat disayangkan apabila ergonomi sering
disalah-artikan dan hanya dikaitkan dengan aspek kenyamanan (perancangan kursi)
atau dimensi fisik tubuh manusia. Akibatnya, aplikasi ergonomi masih belum
dianggap penting, terutama di perusahaan – perusahaan di Indonesia,
sehingga banyak sekali rancangan sistem kerja yang tidak ergonomi. Hal ini
terlihat dari ketidaksesuaian antara pekerja dengan cara kerja, mesin, atau
alat kerja yang dipakai, lingkungan tempat kerja, atau menyangkut pengaturan
beban kerja yang tidak optimal. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak
dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka
permasalahan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan sakit dan cacat?
2. Bagaimana
konsep ergonomi dalam linkungan kerja?
3. Bagaimana
dampak dari kerja tidak ergonomis yang berakibat pada sakit atau cacat?
4. Apa
penyebab dari sakit atau cacat diakibatkan karena kerja yang tidak ergonomis?
5. Bagaimana
pencegahan dari sakit atau cacat akibat kerja yang tidak ergonomis?
6. Bagaimana
kasus yang ada tentang sakit atau cacat akibat kerja yang tidak ergonomis.
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui definisi sakit dan cacat?
2. Untuk
mengetahui konsep ergonomi dalam lingkungan kerja?
3. Untuk
mengetahui dampak dari kerja tidak ergonomis yang berakibat pada sakit atau
cacat?
4. Untuk
mengetahui penyebab dari sakit atau cacat diakibatkan karena kerja yang tidak
ergonomis?
5. Untuk
mengetahui langkah pencegahan dari sakit atau cacat akibat kerja yang tidak
ergonomis?
6. Untuk
mengetahui kasus yang ada tentang sakit atau cacat akibat kerja yang tidak
ergonomis serta solusi yang diberikan.
1.4
Manfaat
Penulisan
Penulisan makalah ini
diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi pembaca yakni sebagai berikut
:
1.
Menambah
pengetahuan bagi pembaca mengenai masalah ergonomi ditempat kerja.
2.
Sebagai
sarana informasi bagi pekerja dan perusahaan untuk lebih memperhatikan tentang
masalah ergonomi ditempat kerja.
3.
Dapat
dijadikan sebagai referensi dalam penulisan selanjutnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian
Sakit dan Cacat
Sakit adalah persepsi seseorang bila merasa kesehatannya
terganggu. Sakit yaitu defiasi / penyimpangan dari status sehat
yakni sehat adalah suatu keadaan sehat,
baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU. No. 36 Tahun 2009). Menurut Pemons (1972), sakit merupakan gangguan
dalam fungsi normal individu sebagai tatalitas termasuk keadaan organisme
sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya. Bauman (1965) mengemukakan bahwa Seseoang menggunakan tiga kriteria
untuk menentukan apakah mereka sakit :
1.
Adanya gejala : Naiknya temperature dan nyeri.
2.
Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik,
buruk, dan sakit.
3.
Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari :
bekerja dan sekolah.
Penyakit adalah istilah medis yang
digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan berkuranya
kapasitas.
Berbeda dengan definisi sakit, Menurut
Kamus besar Bahasa Indonesia cacat adalah kekurangan yang menyebabkan nilai
atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna. Disabilitas atau
cacat adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan
pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau
strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh
individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan
partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan
dalam situasi kehidupan.
2.2 Konsep Ergonomi dalam Linkungan Kerja
2.2.1 Pengertian Ergonomi
Ergonomi yaitu ilmu yang penerapanya
berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau
sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang
setinggi-tingginya melalui pemanfaatan factor manusia seoptimal-optimalnya. (Dr. Suma’mur P.K, M.Sc : 1989 hal 1).
Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain
meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbale balik untuk
efisiensi dan kenyamanan kerja.
Ergonomi mempelajari perilaku
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan manusia. Sasaran penelitian ergonomi
ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh
manusia ialah untuk menurunkan stress atau tekanan yang akan dihadapi. Salah
satu upaya yang dilakukan antara lain menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan
dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembapan.
Hal ini bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada salah satu
definisi yang menyebutkan bahwa ergonomi bertujuan untuk “fitting the job to
the worker”. Ergonomi juga bertujuan sebagai ilmu terapan biologi
manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan
kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan
produktivitasnya. (ILO)
2.2.2 Tujuan, Manfaat dan Ruang Lingkup Ergonomi
Pelaksanaan dan
penerapan ergonomi di tempat kerja dimulai dari yang sederhana dan pada tingkat
individual terlebih dahulu. Rancangan yang ergonomis akan dapat meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem
serta lingkungan kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat. Terdapat beberapa tujuan yang ingin
dicapai dari penerapan ilmu ergonomi.
Tujuan-tujuan dari penerapan ergonomi adalah sebagai berikut
(Tarwaka, 2004):
·
Meningkatkan
kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit
akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan
kepuasan kerja.
·
Meningkatkan
kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial dan
mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial baik selama
kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
·
Menciptakan
keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan antropologis dari
setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan
kualitas hidup yang tinggi.
Memahami prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap
tugas atau pekerjaan meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus mengalami
kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah.
Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja.
Menurut Baiduri dalam diktat kuliah ergonomi terdapat 12 prinsip ergonomi,
yaitu sebagai berikut:
·
Bekerja
dalam posisi atau postur normal.
·
Mengurangi
beban berlebihan.
·
Menempatkan
peralatan agar selalu berada dalam jangkauan.
·
Bekerja
sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh.
·
Mengurangi
gerakan berulang dan berlebihan.
·
Minimalisasi
gerakan statis.
·
Minimalisasikan
titik beban.
·
Mencakup
jarak ruang.
·
Menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman.
·
Melakukan
gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja.
·
Membuat
agar display dan contoh mudah dimengerti.
Manfaat
pelaksanaan ergonomi adalah sebagai berikut:
·
Menurunnya angka kesakitan akibat kerja.
·
Menurunnya kecelakaan kerja.
·
Biaya pengobatan dan kompensasi
berkurang.
·
Stress akibat kerja berkurang.
·
Produktivitas membaik.
·
Alur kerja bertambah baik.
·
Rasa aman karena bebas dari gangguan
cedera.
·
Kepuasan kerja meningkat.
2.2.3
Metode-metode Ergonomi
1.
Diagnosis
Dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi
tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomik checklist dan
pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan sangat luas mulai dari
yang sederhana sampai kompleks.
2.
Treatment
Pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada
saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak
pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan demensi
fisik pekerja.
3.
Follow-up
Dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif
misalnya dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan
siku, keletihan, sakit kepala dan lain-lain. Secara obyektif misalnya dengan
parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.
2.2.4
Aplikasi Ergonomik
1.
Posisi Kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama
bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan
berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2.
Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau
peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran
anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
3.
Tata Letak Tempat Kerja
Display harus jelas terlihat pada
waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara
internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.
4.
Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu, tangan, punggung, dll. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan
cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang
berlebihan.
5.
Menjinjing beban
Beban yang
diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO sbb:
·
Laki-laki
dewasa 40 kg
·
Wanita
dewasa 15-20 kg
·
Laki-laki
(16-18 th) 15-20 kg
·
Wanita
(16-18 th) 12-15 kg
6.
Organisasi kerja
Pekerjaan
harus di atur dengan berbagai cara :
· Alat bantu mekanik diperlukan
kapanpun
· Frekuensi pergerakan diminimalisasi
· Jarak mengangkat beban dikurangi
· Dalam membawa beban perlu diingat
bidangnya tidak licin dan mengangkat tidak terlalu tinggi.
· Prinsip ergonomi yang relevan bisa
diterapkan.
7.
Metode mengangkat beban
Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode
kinetik dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada dua prinsip
:
·
Otot
lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
· Untuk memulai gerakan horizontal
maka digunakan momentum berat badan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Sakit, Cacat
dan Permasalahan Kesehatan Akibat Kerja yang Tidak Ergonomis
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya
kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat dilakukan dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) atau
ergonomi di tempat kerja. Oleh karena itu, jika suatu sistem tidak menerapkan
K3 atau ergonomi atau menerapkannya tapi masih minimal
atau menerapkannya tapi kurang tepat dengan cara yang salah atau buruk maka
dapat mengakibatkan kecelakan-kecelakaan kerja. Di bawah ini, sakit atau cacat
yang timbul akibat kerja yang tidak ergonomis :
Saat Kondisi tidak Ergonomis
|
Sakit/Cacat
|
Beban
Angkat
|
HNP,LBP
|
Cara Mengangkat
|
Trauma
Otot & Sendi
|
Posisi
tidak ergonomis
|
Mosculeskeletal
disorder
|
Gerakan
Repetitif
|
Carpal
tunel syndrome
|
Konstraksi
Statis
|
Kelelahan,
nyeri otot
|
3.1.1
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs)
Keadaan timbulnya MSDS pada pekerja umumnya diketahui dari keluhan pada otot
pekerja tersebut. Secara garis besar, keluhan pada otot dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu:
a.
Keluhan sementara (reversible),
yaitu keluhan otot yang terjadi akibat otot dikenai suatu beban, dan keluhan
ini akan hilang bila pembebanan dihentikan.
b.
Keluhan menetap (irreversible),
yaitu keluhan otot yang walaupun pembebanan telah dihentikan, sakit atau nyeri
pada otot masih terasa.
1.
HNP
(Hernia Nukleus Pulposus)
HNP adalah suatu keadaan di mana
sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus mengalami penonjolan kedalam
kanalis spinalis. Penyebab HNP sendiri bermacam-macam, mulai dari gerakan yang
salah sehingga tulang punggung mengalami penyempitan kebawah, ada juga yang
karena sering membawa beban berat pada posisi yang salah sehingga pada saat
dewasa tulang punggungnya mennyempit dan menjepit saraf.
2.
LBP
(Low Back Pain)
Low Back Pain
(LBP) atau dalam bahasa
indonesia adalah nyeri punggung bawah (NPB) adalah suatu gejala berupa
nyeri dibagian pinggang yang dapat menjalar ke tungkai kanan atau kiri. Faktor
risikonya ialah mengangkat beban berat berulang, membungkuk, gerak
berlebihan, dan menggunakan alat dengan getaran. Postur statik, misalnya,
duduk terlalu lama juga merupakan faktor risiko utama.
3.
Carpal Tunel
Syndrome (CTS)
CTS terjadi akibat gerakan repetitif dari pergelangan
tangan yang menekuk, memegang benda kerja atau perkakas dengan sangat erat,
atau secara terus-menerus menekankan pergelangan tangan pada benda kerja yang
keras. Gejala-gejala umum pada CTS ini adalah pergelangan tangan yang mati
rasa, terasa kebas, terasa seperti terbakar, dan nyeri. Dalam beberapa kasus,
bahkan timbul tonjolan otot di dasar ibu jari, telapak tangan yang kering dan
memucat, serta keadaan tangan yang sulit digerakkan.
4.
Raynaud’s
syndrome
Raynaud’s
syndrome atau yang lebih dikenal dengan white finger disease merupakan
masalah WMSD di saraf dan pembuluh darah tangan. Sindrom ini sering disebabkan
oleh penggunaan peralatan kerja yang menimbulkan getaran. Akibat getaran ini
serta rendahnya temperatur lingkungan kerja, pekerja kemudian mengalami mati
rasa dan kebas pada jari-jari tangannya. Jemari pekerja kemudian berubah
menjadi putih pucat, kemudian biru, dan akhirnya merah.
5.
Tendinitis
Tendinitis
merupakan radang dan luka di tendon, yang disebabkan oleh pergerakan berulang
dari sambungan tulang dan otot (joint).Gejala-gejala yang muncul dari
MSDs ini adalah nyeri seperti terbakar, tendon yang
membengkak, jari yang menggeretak atau berderik (crepitus), dan
Ganglionic cysts. Tendonitis berkaitan erat dengan pekerjaan yang memerlukan
gerakan berulang (seperti penggunaan staple gun), serta gerakan memutar
atau memelintir (contohnya pada penggunaan obeng). Peralatan atau perkakas
kerja yang terlalu kecil atau terlalu besar untuk ukuran tangan pekerja juga
turut menambah tekanan pada tendon.
6.
Thoraris outlet syndrome
Thoraris outlet syndrome merupakan
diagnosa MSDs lainnya.
Sindrom ini berupa pengurangan aliran darah di daerah bahu dan lengan, yang
disebabkan oleh pekerjaan di atas kepala atau membawa beban berat di tangan
dengan posisi lengan yang lurus ke bawah terus-menerus. Diagnosa lainnya adalah
Carpet layer’s knee, yaitu sindrom MSDs yang disebabkan oleh lutut yang berulang kali bertumpu
di lantai, saat melakukan pekerjaan menggelar karpet.
7.
Skoliosis
Skoliosis
adalah keadaan melengkungnya tulang belakang seperti huruf ’S’, dimana
intervertebral discs dan tulang vertebra retak.
8.
Spondylolisthesis
Spondylolisthesis
terjadinya pergeseran tulang vertebra ke depan sehingga posisi antara vertebra
yang satu dengan yang lain tidak sejajar. Diakibatkan oleh patah pada
penghubung tulang di bagian belakang vertebra.
9.
Acute
torticollis adalah salah satu bentuk dari nyeri
akut dan kaku leher
10.
Epicondylitis
adalah kondisi yang sangat menyakitkan dimana otot yang menggerakkan tangan dan
jari bertemu dengan tulang.
3.1.2 Cumulative
Trauma Disorder
(CTD)
Penyakit timbul
karena terkumpulnya kerusakan-kerusakan kecil akibat trauma berulang yang
membentuk kerusakan yg cukup besar dan menimbulkan rasa sakit (rasa nyeri,
kesemutan, pembengkakan). Gejala CTD
muncul pada jenis
pekerjaan yg monoton, sikap kerja tdk
alamiah,
penggunaan otot
melebihi kemampuan Faktor risiko terjdnya CTD adalah sikap tubuh yg janggal, gaya melebihi
kemampuan jaringan,lama wkt saat melakukan kegiatan yg janggal,
3.1.3
Kelelahan atau Fatigues
Selain itu, pekerja melakukan
pekerjaannya maka umumnya terjadi kelelahan, dalam hal ini kita harus waspada
dan harus kita bedakan jenis kelelahannya, beberapa ahli membedakan /
membaginya sebagai berikut :
1. Kelelahan
fisik
Kelelahan
fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat dikompensasi dan
diperbaiki performansnya seperti semula. Kalau tidak terlalu berat kelelahan
ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur yang cukup.
2. Kelelahan
yang patologis
Kelelahan
ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-tiba dan
berat gejalanya.
3. Psikologis
dan emotional fatique
Kelelahan
ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis “mekanisme melarikan
diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan
motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.
3.2
Faktor
Risiko Penyebab Sakit Atau Cacat Akibat Kerja yang Tidak Ergonomis
Faktor-faktor Risiko ergonomi adalah
unsur-unsur tempat kerja yang berhubungan dengan ketidak nyamanan yang dialami
pekerja saat bekerja, dan jika diabaikan, lama-lama bisa menambah kerusakan
pada tubuh pekerja diakibatkan kecelakaan. (UCLA-LOSH).
Secara garis besar, faktor-faktor ergonomi
yang menyebabkan risiko sakit atau cacat dapat dipaparkan sebagai berikut:
a.
Repetitive
Motion
Repetitive Motion atau melakukan
gerakan yang sama berulang-ulang. Resiko yang timbul bergantung dari berapa
kali aktivitas tersebut dilakukan, kecepatan dalam pergerakan/perpindahan, dan
banyaknya otot yang terlibat dalam kerja tersebut. Gerakan yang berulang-ulang
ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan otot yang berakumulatif. Dampak
resiko ini akan semakin meningkat apabila dilakukan dengan postur/posisi yang
kaku dan penggunaan usaha yang terlalu besar.
b. Awkward Postures
Sikap tubuh sangat menentukan sekali
pada tekanan yang diterima otot pada saat aktivitas dilakukan. Awkward postures
meliputi reaching, twisting, bending, kneeling, squatting, working overhead
dengan tangan maupun lengan, dan menahan benda dengan posisi yang tetap. Sebagi
contoh terdapat tekanan/ketengan yang berlebih pada bagian low back seperti
aktivitas mengangkat benda.
c. Contact stresses
Tekanan pada bagian tubuh yang
diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari benda yang berkontak langsung. Hal
ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf maupun aliran darah. Sebagai contoh
kontak yang berulang-ulang dengan sisi yang keras/tajam pada meja secara
kontinu.
d.
Vibration
Getaran ini terjadi ketika spesifik
bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak dengan benda yang bergetar seperti
menggunakan power handtool dan pengoperasian forklift mengangkat beban.
e.
Forceful
exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)
Force adalah jumlah usaha fisik yang
digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti mengangkat benda berat. Jumlah
tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi
aktivitas, postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya.
f.
Duration
Durasi menunjukkan jumlah waktu yang
digunakan dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam
melakukan pekerjaan yang sama akan semakin tinggi resiko yang diterima dan
semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk pemulihan tenaganya.
g.
Static
Posture
Pada waktu diam,
dimana pergerakan yang tak berguna terlihat, pengerutan supplai darah, darah tidak
mengalir baik ke otot. Berbeda halnya, dengan kondisi yang dinamis, suplai
darah segar terus tersedia untuk menghilangkan hasil buangan melalui kontraksi
dan relaksasi otot.
·
Pekerjaan
kondisi diam yang lama mengharuskan otot untuk menyuplai oksigen dan nutrisi
sendiri, dan hasil buangan tidak dihilangkan. Penumpukan Local hypoxia dan asam
latic meningkatkan kekusutan otot, dengan dampak sakit dan letih (grandjean,
1980)
·
Contoh
dari ganguan statik termasuk didalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang
lama, menggenggam benda dengan lengan mendorong dan memutar benda berat,
berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala
kedepan dalam waktu yang lama.
·
Diperkirakan
semua pekerjaan itu dapat di atur dalam beberapa jam per hari tanpa gejala
keletihan dalam jika menggunakan gaya yang besar tidak boleh melebihi 8 % dari
maksimum gaya otot (Graendjean, 1980).
h. Physical Environment; Temperature
& Lighting
Pajanan pada udara dingin, aliran
udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat pendingin dapat mengurangi
keterampilan tangan dan merusak daya sentuh. penggunaan otot yang berlebihan
untuk memegang alat kerja dapat menurunkan resiko ergonomik.
tekanan udara panas dari panas, lingkungan yang lembab dapat menurunkan
seluruh tegangan fisik tubuh dan akibat di dalam panas kelelahan dan heat
stroke. Begitu juga dengan pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu
fungsi organ tubuh, seperti halnya pekerjaan menjahit yang didukung oleh
pencahayaan yang lemah mengakibatkan suatu tekanan pada mata yang lama-lama
membuat keruasakan yang bisa fatal.
9. Other Condition
·
Kekurangan
kebebasan dalam bergerak adalah dipertimbangkan sebagai faktor resiko, ketika
pekerjaan operator dengan sepenuhnya telah di perintah oleh orang lain. kandungan
kerja dan pengetahuan dipertimbangkan faktor resiko yang lain, ketiha operator
hanya melakukan satu tugas dan tidak memeliki kesempatan untuk belajar
satu macam kemampuan ataun tugas.
·
Faktor
tambahan dimasukkan organisasi asfek sosial, tidak dikontrol gangguan, ruang
kerja, beratnya bagian kerja, dan sift kerja.
3.3 Pencegahan Sakit dan Cacat
Akibat Kerja yang Tidak Ergonomis
Untuk melakukan pencegahan terhadap sumber bahaya ada 3
strategi yang dapat dilakukan meliputi:
a. Pencegahan secara teknis misalnya terhadap
jalur pemindahan material, komponen dan produk, merubah proses atau benda untuk
mengurangi paparan bahaya pada pekerja, merubah layout tempat kerja, merekayasa
bentuk desain komponen, mesin dan peralatan, memeprbaiki merode kerja dan
lainnya.
b. Pencegahan secara administratif
misalnya dengan memberikan pelatihan kerja, variasi jenis pekerjaan, memberikan
pelatihan tentang faktor-faktor bahaya di tempat kerja, melakukan rotasi
pekerjaan, mengurangi jam kerja dan mengatur shift kerja, memberikan istirahat
yang cukup dan lainnya.
c. Menggunakan alat perlindungan diri
misalnya masker, sarung tangan, pelindung mesin dan lainnya.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sakit
adalah persepsi seseorang bila merasa kesehatannya
terganggu. Sakit yaitu defiasi / penyimpangan dari status sehat
yakni sehat adalah suatu keadaan sehat,
baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU. No. 36 Tahun 2009). Menurut Pemons (1972), sakit merupakan
gangguan dalam fungsi normal individu sebagai tatalitas termasuk keadaan
organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.
Ergonomi yaitu ilmu yang penerapanya
berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau
sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang
setinggi-tingginya melalui pemanfaatan factor manusia seoptimal-optimalnya
Metode-metode Ergonomi
1. Diagnosis
2. Treatment
3. Follow-up
Pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) atau ergonomi di tempat kerja.
Oleh karena itu, jika suatu sistem tidak menerapkan K3 atau ergonomi atau
menerapkannya tapi masih minimal atau menerapkannya
tapi kurang tepat dengan cara yang salah atau buruk maka dapat mengakibatkan
kecelakan-kecelakaan kerja.
4.2
Saran
Dalam uraian penyusunan ini, diajukan
saran-saran untuk dijadikan bahan pertimbangan, yaitu di dalam melakukan
kegiatan sebaiknya melihat ataupun memperhatikan pencegahan-pencegahan yang
ergonomis sesuai dengan strategis-strategis yang telah dijelaskan diatas.